Logo Pengadilan Negeri Makassar
shade

Pengadilan Negeri Makassar tidak hanya berfungsi sebagai peradilan umum yang menangani perkara perdata dan pidana, tetapi juga memiliki pengadilan-pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum, yaitu :

  • Pengadilan Niaga – menangani perkara-perkara Kepailitan, PKPU dan HAKI
  • Pengadilan HAM – Tindak Pidana HAM berat
  • Pengadilan Tipikor – Tindak Pidana Korupsi dari KPK
  • Pengadilan Hubungan Industrial – Perselisihan hubungan industri antara pekerja dan majikan

A. Pengadilan Niaga

Pengadilan Niaga adalah Pengadilan Khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perkara kepailitan dan penundaan kewajiban dan pembayaran utang (PKPU). Pengadilan Niaga juga berwenang menangani sengketa-sengketa komersial lainnya seperti sengketa di bidang hak kekayaan intelektual (HKI) dan sengketa dalam proses likuidasi bank yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Lingkup Kewenangan

Hingga saat ini Pengadilan Niaga berwenang menangani perkara-perkara sebagai berikut:

  1. Kepailitan dan PKPU, serta hal-hal yang berkaitan dengannya, termasuk kasus-kasus actio pauliana dan prosedur renvoi tanpa memperhatikan apakah pembuktiannya sederhana atau tidak.
  2. Hak kekayaan intelektual yang meliputi Desain IndustriDesain Tata Letak Sirkuit TerpaduPaten,MerekHak Cipta
  3. Lembaga Penjamin Simpanan yang meliputi Sengketa dalam proses likuidasi dan tuntutan pembatalan segala perbuatan hukum bank yang mengakibatkan berkurangnya aset atau bertambahnya kewajiban bank, yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin usaha

B. Pengadilan HAM – Tindak Pidana HAM Berat

Pengadilan Hak Asasi Manusia (disingkat Pengadilan HAM) adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan salah satu Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum.

 Lingkup Kewenangan

Berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2000, pelanggaran HAM meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:

  1. membunuh anggota kelompok;
  2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya
  4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok
  5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:

  1. pembunuhan
  2. pemusnahan
  3. perbudakan
  4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
  5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang - wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional
  6. penyiksaan
  7. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara
  8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional
  9. penghilangan orang secara paksa
  10. kejahatan apartheid.

C. Pengadilan Tipikor – Tindak Pidana Korupsi

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) adalah Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi. Saat ini Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah dibentuk di setiap Pengadilan Negeri yang berkedudukan di ibu kota provinsi.

Tempat kedudukan

Pada awalnya, Pengadilan Tipikor hanya dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang wilayah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009, Pengadilan Tipikor dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri di ibu kota provinsi yang meliputi daerah hukum provinsi yang bersangkutan[5]. Untuk provinsi Sulawesi Selatan, Pengadilan Tipikor dibentuk di PN Makassar dan meliputi wilayah hukum Sulawesi Selatan

Kewenangan

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara:

  1. tindak pidana korupsi;
  2. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau
  3. tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.

Khusus untuk Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar wilayah negara Republik Indonesia[1].

Susunan Pengadilan

Susunan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas:

  1. Pimpinan
  2. Hakim
  3. Panitera.

Pimpinan

Pimpinan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Ketua dan wakil ketua pengadilan Tipikor adalah ketua dan wakil ketua pengadilan negeri. Ketua bertanggung jawab atas administrasi dan pelaksanaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Hakim

Hakim Pengadilan Tipikor terdiri dari hakim karier dan hakim ad hock. Hakim karier ditetapkan oleh Mahkamah Agung Indonesia dan selama menangani perkara tindak pidana korupsi dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain. Sementara hakim ad hock diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Hakim ad hoc diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Pengadilan Hubungan Industrial – Perselisihan hubungan industri antara pekerja dan majikan

Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan peradilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

Lingkup Kewenangan

Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:

  1. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
  2. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
  3. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
  4. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja / serikat buruh dalam satu perusahaan.

Tempat Kedudukan

Pengadilan Hubungan Industrial berada pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap Ibu kota Provinsi yang daerah hukumnya meliputi provinsi yang bersangkutan. Khusus pada Kabupaten/Kota yang padat industri, Pengadilan Hubungan Industrial dibentuk dengan Keputusan Presiden pada Pengadilan Negeri setempat. Untuk provinsi Sulawesi Selatan, Pengadilan Hubungan Industrial dibentuk di PN Makassar dan meliputi wilayah hukum Sulawesi Selatan